Usaha mempromosikan keindahan panorama negeri sendiri sedang
gencar-gencarnya dilakukan orang. Tri Wahyudi memilih cara yang unik, yaitu
memperkenalkan Indonesia ke warganya melalui wisata pendidikan.
SETELAH MENAMATKAN KULIAH, setiap sarjana tentu
ingin bekerja, apakah sebagai pegawai pemerintah, swasta, maupun berwirausaha.
Langkah terakhirlah yang diambil oleh Tri Wahyudi, lulusan Fakultas Teknik
Perendanaan Wilayah Universitas Diponegoro, Semarang. Bersama teman-temannya,
ia mendirikan sebuah biro perjalanan karena punya hobi jalan-jalan dan
berkemah.
Dengan modal sekitar Rp20 juta—hasil meminjam ke sana-sini—Tri menyewa
sebuah ruko di daerah Tembalang, Semarang. Sulitnya menemukan customer sampai
salah perhitungan biaya telah dilaluinya. Semua pengalaman ini menempa Tri dan
timnya sampai akhirnya ia menemukan sebuah formula: wisata edukasi. Cara yang
dipilihnya adalah mengemas perjalanan wisata dengan unsur-unsur pendidikan,
baik dengan outbound, mengunjungi UKM (Usaha Kecil Menengah), dan banyak
kegiatan edukatif lainnya. Setelah tiga tahun berlalu, bukan hanya modal awal
kembali, omzet tahunannya mencapai Rp1 miliar dan pegawai tetap pun sudah
berjumlah 18 orang. Benar-benar sebuah pencapaian yang serius.
MODAL BUKAN HANYA UANG
Boleh dibilang keseriusan Tri adalah modal terpenting. Anak muda kelahiran
Langsa, 1989 itu memang tidak mau menekuni sesuatu secara setengah-setengah.
Ketika akan mendirikan biro tur beberapa tahun lalu, ia melakukan penelitian
mendalam ke Bali untuk mempelajari destinasi wisata yang selalu ramai dan
menjadi benchmark para agen perjalanan. Survei itu dilakukannya agar ia bisa
mencari link terbaru dan mempelajari seluk-beluk di sana.
Pengalaman berkunjung ke Bali memberi Tri inspirasi dan wawasan yang lebih
luas akan keindahan alam Indonesia serta ragam budayanya yang
mengagumkan. la pun semakin yakin dengan prospek bisnisnya. “Dengan menggunakan
brand Khalulistiwa Tour & Travel, saga langsung terjun melakukan proses
marketing dan menguatkan branding perusahaan,” ujarnya mantap.
Sadar bahwa produknya harus berbeda, Tri
memasuki pariwisata berbasis edukasi yang melayani pelajar hingga profesional.
Layaknya sebuah usaha yang masih bayi, perjalanan awal tidak berlangsung
mulus. Kerikil, bahkan juga dinding, sewaktu-waktu dapat menghadang. beberapa
kali presentasi ke calon customer ternyata tidak menghasilkan apa-apa. Setelah
perjuangan tak kenal putus asa selama tiga bulan, barulah Tri dan timnya
mendapatkan klien perdana: mahasiswa Fakultas Kesehalan Masyarakat Universitas
Diponegoro mau menggunakan jasa biro turnya untuk melakukan kunjungan ke Bali.
Pelayanan terbaik segera diberikan namun apa daya, terjadi kesalahan
perhitungan. “Seharusnya untung Rp3 juta, yang ada kami malah rugi Rp5 juta.
Meski berat hali, di balik musibah itu tersimpan pelajaran penting,” kata Tri
mengenang. “Kami harus lebih detail dalam perhitungan dan persiapan di
lapangan. Dan, yang terpenting, teman-teman FKM senang dengan pelayanan yang
diberikan.”
Bersama tiga rekannya, Tri terus berjuang dan belajar memperbaiki setiap
hal yang berkaitan dengan bisnisnya. Pada akhir tahun pertama, usaha itu
membuahkan omzet Rp250 juta, dengan profit Rp10 juta. Tidak besar, tapi
tetaplah merupakan awal yang baik.
UNGGUL DENGAN KEUNIKAN
Menyadari bahwa produknya harus berbeda dari usaha lain, pada 2009 Tri
melakukan inovasi dengan mengembangkan produk jasa penawaran. la memasuki
pariwisata berbasis edukasi yang dapat melayani berbagai kebutuhan seluruh
kalangan masyarakat, mulai dari pelajar hingga profesional.
“Setelah mengadakan berbagai rapat dan upaya pembuatan program-program
terbaru, kami sepakat bahwa program tur edukasilah yang akan rnenjadi core utama
jasa dari Khalulistiwa Tour & Travel,” ungkap Tri. Program-program itu di
antaranya adalah outbound travelling, yang menggabungkan konsep outbound dengan
wisata. Juga ada program Achievement Motivation Travelling yang dikembangkan
untuk kebutuhan perusahaan atau lembaga dalam mengembangkan sUmber daya manusia
dengan konsep learn and fun. Program lainnya adalah Student Road To Campus atau
Entrepreneur Travelling untuk dunia pendidikan. Kadang, ia juga mengadakan
kegiatan yang terkesan ‘nyeleneh’, misalnya mengadakan lomba memungut sampah di
pantai Kuta, Bali.
“Program-program ini unik dan karenanya merupakan keunggulan tersendiri.
Tanggapan pasar sangat positif,” cerita Tri yang dulu pernah bercita-cita
menjadi walikota Langsa ini. Beberapa bulan setelah program itu diluncurkan,
permintaan pun mulai masuk. Selain aktif di Facebook dan Twitter, produk dan
profil perusahaannya dapat dengan mudah diakses lewat situsnya.
“Kami juga merandang konsep agar kampus dan sekolah yang pasarnya terus
berganti bisa secara konsisten menggunakan jasa kami, yaitu dengan membuat
program pelatihan gratis kepada mereka,” imbuh Tri.
Berkat langkah-langkah serius ini, Tri meraih penghargaan Wirausaha Muda
Mandiri tahun 2009. Kemenangan itu yang kemudian disusul dengan berbagai seminar,
pameran, dan pelatihan yang diberikan oleh Bank Mandiri. diimplementasikan
dengan baik dan serius. Hasilnya sungguh luar biasa. Pada akhir 2010,
pertumbuhan usahanya begitu cepat sehingga menembus angka Rpl miliar dan
menelurkan beberapa cabang di daerah lain, misalnya di Gunung PaTI (Semarang),
Ungaran, Solo, Boyolali, Pekalongan, dan Yogyakarta.
Kadang, ia juga mengadaKan kegiatan yang
terKesan Nyeleneh, misalnya mengadakan lomba memungut sampah di Pantai Kuta,
Bali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar