Rabu, 16 Maret 2016

Tri Wahyudi, Pemilik Khatulistiwa Tour & Travel

Usaha mempromosikan keindahan panorama negeri sendiri sedang gencar-gencarnya dilakukan orang. Tri Wahyudi memilih cara yang unik, yaitu memperkenalkan Indonesia ke warganya melalui wisata pendidikan.
SETELAH MENAMATKAN KULIAH, setiap sarjana tentu ingin bekerja, apakah sebagai pegawai pemerintah, swasta, maupun berwirausaha. Langkah terakhirlah yang diambil oleh Tri Wahyudi, lulusan Fakultas Teknik Perendanaan Wilayah Universitas Diponegoro, Semarang. Bersama teman-temannya, ia mendirikan sebuah biro perjalanan karena punya hobi jalan-jalan dan berkemah.
Dengan modal sekitar Rp20 juta—hasil meminjam ke sana-sini—Tri menyewa sebuah ruko di daerah Tembalang, Semarang. Sulitnya menemukan customer sampai salah perhitungan biaya telah dilaluinya. Semua pengalaman ini menempa Tri dan timnya sampai akhirnya ia menemukan sebuah formula: wisata edukasi. Cara yang dipilihnya adalah mengemas perjalanan wisata dengan unsur-unsur pendidikan, baik dengan outbound, mengunjungi UKM (Usaha Kecil Menengah), dan banyak kegiatan edukatif lainnya. Setelah tiga tahun berlalu, bukan hanya modal awal kembali, omzet tahunannya mencapai Rp1 miliar dan pegawai tetap pun sudah berjumlah 18 orang. Benar-benar sebuah pencapaian yang serius.
MODAL BUKAN HANYA UANG
Boleh dibilang keseriusan Tri adalah modal terpenting. Anak muda kelahiran Langsa, 1989 itu memang tidak mau menekuni sesuatu secara setengah-setengah. Ketika akan mendirikan biro tur beberapa tahun lalu, ia melakukan penelitian mendalam ke Bali untuk mempelajari destinasi wisata yang selalu ramai dan menjadi benchmark para agen perjalanan. Survei itu dilakukannya agar ia bisa mencari link terbaru dan mempelajari seluk-beluk di sana.
Pengalaman berkunjung ke Bali memberi Tri inspirasi dan wawasan yang lebih luas akan keindahan alam Indonesia serta ragam budayanya yang  mengagumkan. la pun semakin yakin dengan prospek bisnisnya. “Dengan menggunakan brand Khalulistiwa Tour & Travel, saga langsung terjun melakukan proses marketing dan menguatkan branding perusahaan,” ujarnya mantap.
Sadar bahwa produknya harus berbeda, Tri memasuki pariwisata berbasis edukasi yang melayani pelajar hingga profesional.
Layaknya sebuah usaha yang masih bayi, perjalanan awal tidak berlangsung mulus. Kerikil, bahkan juga dinding, sewaktu-waktu dapat menghadang. beberapa kali presentasi ke calon customer ternyata tidak menghasilkan apa-apa. Setelah perjuangan tak kenal putus asa selama tiga bulan, barulah Tri dan timnya mendapatkan klien perdana: mahasiswa Fakultas Kesehalan Masyarakat Universitas Diponegoro mau menggunakan jasa biro turnya untuk melakukan kunjungan ke Bali.
Pelayanan terbaik segera diberikan namun apa daya, terjadi kesalahan perhitungan. “Seharusnya untung Rp3 juta, yang ada kami malah rugi Rp5 juta. Meski berat hali, di balik musibah itu tersimpan pelajaran penting,” kata Tri mengenang. “Kami harus lebih detail dalam perhitungan dan persiapan di lapangan. Dan, yang terpenting, teman-teman FKM senang dengan pelayanan yang diberikan.”
Bersama tiga rekannya, Tri terus berjuang dan belajar memperbaiki setiap hal yang berkaitan dengan bisnisnya. Pada akhir tahun pertama, usaha itu membuahkan omzet Rp250 juta, dengan profit Rp10 juta. Tidak besar, tapi tetaplah merupakan awal yang baik.
UNGGUL DENGAN KEUNIKAN
Menyadari bahwa produknya harus berbeda dari usaha lain, pada 2009 Tri melakukan inovasi dengan mengembangkan produk jasa penawaran. la memasuki pariwisata berbasis edukasi yang dapat melayani berbagai kebutuhan seluruh kalangan masyarakat, mulai dari pelajar hingga profesional.
“Setelah mengadakan berbagai rapat dan upaya pembuatan program-program terbaru, kami sepakat bahwa program tur edukasilah yang akan rnenjadi core utama jasa dari Khalulistiwa Tour & Travel,” ungkap Tri. Program-program itu di antaranya adalah outbound travelling, yang menggabungkan konsep outbound dengan wisata. Juga ada program Achievement Motivation Travelling yang dikembangkan untuk kebutuhan perusahaan atau lembaga dalam mengembangkan sUmber daya manusia dengan konsep learn and fun. Program lainnya adalah Student Road To Campus atau Entrepreneur Travelling untuk dunia pendidikan. Kadang, ia juga mengadakan kegiatan yang terkesan ‘nyeleneh’, misalnya mengadakan lomba memungut sampah di pantai Kuta, Bali.
“Program-program ini unik dan karenanya merupakan keunggulan tersendiri. Tanggapan pasar sangat positif,” cerita Tri yang dulu pernah bercita-cita menjadi walikota Langsa ini. Beberapa bulan setelah program itu diluncurkan, permintaan pun mulai masuk. Selain aktif di Facebook dan Twitter, produk dan profil perusahaannya dapat dengan mudah diakses lewat situsnya.
“Kami juga merandang konsep agar kampus dan sekolah yang pasarnya terus berganti bisa secara konsisten menggunakan jasa kami, yaitu dengan membuat program pelatihan gratis kepada mereka,” imbuh Tri.
Berkat langkah-langkah serius ini, Tri meraih penghargaan Wirausaha Muda Mandiri tahun 2009. Kemenangan itu yang kemudian disusul dengan berbagai seminar, pameran, dan pelatihan yang diberikan oleh Bank Mandiri. diimplementasikan dengan baik dan serius. Hasilnya sungguh luar biasa. Pada akhir 2010, pertumbuhan usahanya begitu cepat sehingga menembus angka Rpl miliar dan menelurkan beberapa cabang di daerah lain, misalnya di Gunung PaTI (Semarang), Ungaran, Solo, Boyolali, Pekalongan, dan Yogyakarta.
Kadang, ia juga mengadaKan kegiatan yang terKesan Nyeleneh, misalnya mengadakan lomba memungut sampah di Pantai Kuta, Bali.